Warga Gaza Kelaparan Dan Kedinginan Parah
RM.id Rakyat Merdeka – Hari pertama Ramadan pada Senin (11/3/2024), warga Palestina di Jalur Gaza dihantui kelaparan dan penyakit. Mereka menggigil di tenda-tenda, di tengah ancaman bom yang bisa tiba-tiba menghantam.
Sudah lebih dari lima bulan pertempuran Israel dan Hamas berlangsung, sejak serangan 7 Oktober 2023. Lebih dari 31.000 warga Palestina meninggal dunia. Namun tak ada tanda-tanda perang akan berakhir.
Banyak warga Gaza yang terus mencari korban selamat dan jenazah di antara puing-puing rumah yang hancur oleh gempuran Israel.
Shalat tarawih pada Minggu (10/3/2024) malam diadakan di lapangan terbuka, di tengah puing-puing bangunan yang hancur. Warga Gaza, Palestina, menggelar shalat tarawih pertama Ramadan tahun ini di sekitar reruntuhan masjid Farouk, Rafah, Gaza Selatan. Masjid tersebut hancur akibat serangan Israel.
“Anda tidak melihat siapapun dengan kegembiraan di matanya,” kata warga bernama Sabah al-Hendi, dilansir Associated Press, Senin (11/3/2024).
Sabah sedang berbelanja makanan di Kota Rafah, wilayah selatan Jalur Gaza. Ia mengatakan, keluarga di Palestina biasanya berbuka puasa setiap hari dengan suka cita. Namun tahun ini hanya ada makanan kaleng yang tersedia dan harganya terlalu mahal bagi banyak orang.
“Setiap keluarga sedih. Setiap keluarga memiliki seorang martir (kerabat yang meninggal dunia),” lanjutnya.
Sebuah laporan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), yang mengutip Kementerian Kesehatan di Gaza, menyebutkan, 25 orang meninggal karena kekurangan gizi dan dehidrasi. Kebanyakan dari mereka adalah anak-anak.
“Kita kehabisan waktu,” kata Direktur Eksekutif Program Pangan Dunia (World Food Programme/WFP), Cindy McCain, Senin (11/3/2024), dilansir Channel News Asia.
“Jika kita tidak secara eksponensial meningkatkan jumlah bantuan yang masuk ke wilayah utara Gaza, kelaparan akan segera terjadi,” lanjutnya.
Laporan PBB juga melaporkan kesulitan khusus dalam mengakses Gaza utara untuk pengiriman makanan dan bantuan lainnya. “Kami tidak tahu apa yang akan kami makan untuk berbuka puasa,” kata Zaki Abu Mansour (63), di dalam tenda.
“Saya hanya punya tomat dan mentimun. Saya tidak punya uang untuk membeli apa pun,” curhatnya.
Barang-barang yang tersedia dijual dengan harga selangit. Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres terkejut dan marah saat tahu perang masih berlangsung di Gaza saat Ramadan dimulai.
Ada 2,4 juta orang berada di bawah pengepungan total militer Israel, saat mereka mmemerangi Hamas di wilayah itu. Hamas merupakan faksi Palestina yang berkuasa di Jalur Gaza sejak 2007 karena menang Pemilu 2006.
Guterres juga menyerukan penghapusan semua hambatan dalam pengiriman bantuan. “Mata dunia sedang memperhatikan. Mata sejarah sedang mengawasi. Kita tidak bisa berpaling,” katanya.
“Kita harus bertindak untuk menghindari kematian yang bisa dicegah. Warga sipil memerlukan tindakan segera,” tegasnya.
Pasukan Israel sebagian besar telah menutup wilayah utara Gaza sejak Oktober 2023. Perangmembuat hampir tidak mungkin mengirimkan makanan yang sangat dibutuhkan dengan aman di sebagian besar wilayah tersebut.
Amerika Serikat (AS) dan negara-negara lain beberapa kali mengirimkan bantuan melalui udara. Pengiriman bantuan dari udara kembali dilakukan ke Gaza utara pada hari Senin (11/3/2024).
AS, Qatar dan Mesir berupaya menengahi dan mendorong gencatan senjata menjelang bulan puasa. Kesepakatan yang ditawarkan di antaranya pembebasan puluhan sandera Israel dan tahanan Palestina serta masuknya sejumlah besar bantuan kemanusiaan. Akan tetapi pembicaraan terhenti minggu lalu.
Hamas memberikan jaminan bahwa perjanjian apa pun harus bertujuan mengakhiri perang, mengembalikan jutaan warga Gaza yang melarikan diri, hingga memulihkan kondisi Gaza yang hancur lebur secara bertahap.
Namun Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu ingin melanjutkan serangan sampai “kemenangan total” melawan Hamas .
Di saat yang sama, dia juga berada di bawah tekanan dari keluarga sandera. PM Israel itu menghadapi banyak kritik terkait pemerintahannya.https://tahapapun.com/